Pengelolaan Uang Rupiah Bagian 2: Perencanaan Uang Emisi Baru

Di bagian kedua ini, kita akan membahas secara lebih mendalam tentang Perencanaan dalam Pengelolaan Uang Rupiah.

Mengacu pada pasal 11 Undang-Undang No 7 Tahun 2011 yang berbunyi

1) Pengelolaan Rupiah meliputi tahapan:
  • Perencanaan;
  • Pencetakan;
  • Pengeluaran;
  • Pengedaran;
  • Pencabutan dan Penarikan; dan
  • Pemusnahan.
2) Perencanaan, Pencetakan, dan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia yang berkoordinasi dengan Pemerintah.
3) Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan Pengeluaran, Pengedaran, dan/atau Pencabutan dan Penarikan Rupiah.
4) Dalam melaksanakan Pengedaran Rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bank Indonesia menentukan nomor seri uang kertas.



Proses Perencanaan dalam Pengelolaan Uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Perencanaan Uang Emisi Baru dan Perencanaan Uang Rutin.

Mari kita bahas tahapan Perencanaan Uang Rupiah untuk Uang Emisi Baru.

Perencanaan Uang Emisi Baru didahului oleh penetapan denominasi atau pecahan. Penetapan denominasi pernah diteliti oleh Leo von Hove dan Bruno Heyndels pada tahun 1995 yang diterbitkan dalam European Journal on Operation Research dengan judul "Theory and Methodology On The Optimal Spacing of Currency Denominations". 

Kesimpulan dari penelitian tersebut mengukuhkan konvensi antar Bank Sentral sejak dahulu kala yaitu penggunaan teori Triplet Binary 1-2-5 atau 10-20-50 dan seterusnya sebagai denominasi yang paling efisien dalam memenuhi kebutuhan akan uang kembalian (return of change).


Namun berdasarkan sejarah uang di Indonesia yang didahului dengan penggunaan mata uang Gulden oleh De Javasche Bank, Bank Indonesia menggunakan denominasi 1 rupiah,  5 rupiah, 25 Rupiah, 50 Rupiah, 100 Rupiah, 200 Rupiah, 500 Rupiah, 1000 Rupiah, 2000 Rupiah, 5000 Rupiah, 10.000 Rupiah, 20.000 Rupiah, 50.000 Rupiah dan 100.000 Rupiah. Denominasi 2,5 Rupiah pernah dikeluarkan tahun 1963 namun sejak tahun 1969 telah ditarik dari peredaran.


Oleh karenanya pada tahun 2016, Bank Indonesia memperbaharui emisi Uang Rupiah dengan menerbitkan sekaligus 11 denominasi yang terdiri dari 7 pecahan uang kertas dan 4 pecahan uang logam. Rupiah kertas yang diterbitkan terdiri dari nominal Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000, dan Rp1.000. Sementara rupiah logam terdiri atas pecahan Rp1.000, Rp500, Rp200, dan Rp100. 



Sebagai langkah awal, Bank Sentral akan menetapkan terlebih dahulu prediksi atau estimasi kebutuhan total uang yang akan dicetak. Metode yang dipakai sangat rumit dengan melibatkan berbagai model econometric dengan mempertimbangkan 
  • Kecepatan perputaran uang (Velocity of circulation)
  • Inflasi
  • Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
  • Kondisi Makroprudensial/Sistem Keuangan
  • Pengaruh musiman
  • Perkembangan ekonomi digital
Model econometric yang biasa dipakai oleh berbagai Bank Sentral antara lain Auto Regressive Independent Moving Average (ARIMA) model dan Structural Time Series (STS) model. 



Untuk dapat memahami lebih jauh tentang model prediksi atau estimasi kebutuhan total uang yang akan dicetak, silakan membaca paper yang disusun oleh Alberto Cabrero, Gonzalo Camba-Mendez, Astrid Hirsch and Fernando Nieto yang berjudul Modelling the Daily Banknotes in Circulation in the Context of the Liquidity Management of the European Central Bank diterbitkan oleh  Banco de Espana-Servicio de Estudios tahun 2002.



Pertimbangan lain dalam penerbitan uang emisi baru, antara lain :

a. Penyederhanaan satuan hitung untuk memperlancar transaksi pembayaran tunai, yakni dengan penataan kembali denominasi yang ada. Perubahan ini dimaksudkan agar denominasi baru menjadi lebih praktis dan efisien untuk penetapan harga, perhitungan, dan pencatatan.

b.  Denominasi yang ada kurang dapat menampung perkembangan faktor ekonomi seperti tingkat inflasi dan perubahan nilai tukar sehingga diperlukan denominasi baru yang akan mempermudah satuan hitung dalam transaksi pembayaran tunai.

c.  Perubahan-perubahan pada uang (bahan maupun teknik cetaknya) guna meningkatkan kualitas uang atau efisiensi pengadaan. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan pertimbangan:

-      Terdapat kebijaksanaan untuk melakukan perubahan terhadap ukuran uang dalam rangka standarisasi ukuran, perubahan teknik cetak, serta penambahan atau penggantian unsur pengaman (security features) maupun gambar disain agar kualitas uang menjadi lebih baik.

-      Tingkat pemalsuan uang yang semakin meningkat sehingga membahayakan perekonomian maupun kepercayaan masyarakat terhadap uang rupiah.

-      Khusus untuk uang logam agar terdapat kewajaran antara nilai intrinsik dengan nilai nominal.

Sebagai contoh, Reserve Bank of Australia telah menerbitkan New Generation Bank Note pada awal 2020 ini untuk denominasi/pecahan AUD 100 dengan menambahkan security features berupa bagian transparan yang mereka namakan top-to-bottom window, hologram burung hantu berupa rolling colour effect, dan sejumlah level 3 security features yang hanya diketahui oleh RBA.



Setelah denominasi ditentukan, kemudian Bank Sentral akan membuat prediksi atau estimasi kebutuhan uang setiap denominasi. 

Untuk kasus Bank Indonesia, hasil prediksi/estimasi kebutuhan total uang yang akan dicetak kemudian dipakai sebagai acuan dalam menentukan menjadi kebutuhan uang yang akan di cetak per denominasi melalui tahapan penyusunan Rencana Distribusi Uang (RDU).

Metodologi yang dipakai dalam membuat RDU adalah bottom-up, artinya disusun dari kebutuhan setiap daerah termasuk Jakarta oleh Kantor Bank Indonesia dan kemudian di rekap menjadi kebutuhan per denominasi Nasional.


Rencana Distribusi Uang (RDU) adalah penetapan jumlah dan komposisi pecahan uang yang akan dikirim untuk memenuhi kebutuhan kas setiap kantor Bank Indonesia termasuk Kantor Pusat di Jakarta selama satu tahun.

Dalam penyusunan RDU terdapat beberapa faktor yang dijadikan pertimbangan, yaitu : 
(i) jumlah setoran (inflow) dan bayaran (outflow) ; 
(ii) uang yang dimusnahkan (PTTB) ; 
(iii) perkembangan transaksi non tunai;
(iv) jumlah posisi kas akhir tahun; dan 
(v) kondisi ekonomi serta geografis daerah secara spesifik.

Perkembangan outflow dan inflow, baik di Jakarta maupun di daerah, sesungguhnya mencerminkan suatu pola pergerakan permintaan uang kartal yang dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan ekonomi, perkembangan inflasi, perbandingan jumlah kredit dan dana, jumlah kantor bank & jaringan ATM, perkembangan transaksi non tunai, perkembangan suatu daerah (termasuk otonomi daerah), faktor musiman, tingkat usia edar uang dan jarak suatu daerah dari Jakarta.
Jadi RDU disusun secara berjenjang mulai dari satker kas di Kantor Bank Indonsia kemudian di rekap dalam suatu forum nasional.

Kemudian dilakukan proses harmonisasi antara hasil rekapitulasi RDU dengan hasil estimasi/prediksi yang dikeluarkan oleh Satker Kebijakan Sistem Pembayaran dan Kebijakan Ekonomi Moneter.



Hasil harmonisasi estimasi kebutuhan uang tahunan per pecahan menjadi dasar bagi Bank Indonesia untuk memerintahkan PERURI melakukan pencetakan uang Rupiah setelah berkonsultasi dengan Kementrian Keuangan selaku otoritas fiskal.


Demikian salah satu tahapan perencanaan yang dimaksud oleh UU No 7 tahun 2011 dilaksanakan oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral RI.

Salam Nyata Berkarya bagi Negeri

Komentar