Perencanaan Uang Rutin Bagian Pertama : Pengaruh Transaksi non Tunai
Bagi
generasi millennial dan generasi baby boomers alias kolonial yang sudah mengenal bank dengan
baik (bankable society), keberadaan uang elektronik atau uang digital sebagai
bentuk alat pembayaran non tunai sudah tidak asing lagi.
Bahkan telah bermunculan berbagai bentuk uang digital/elektronik yang bukan berasal dari Bank Sentral, semacam BitCoin, yang mengandalkan inovasi digital dan algoritma canggih terkini yang dinamakan BlockChain.
Kabar terbaru terkait
dengan penggunaan alat pembayaran non tunai atau penggunaan transaksi
non tunai justru disampaikan Bank Sentral China. China akan mulai menguji coba transasksi pembayaran
dalam mata uang digital baru di empat kota besar mulai minggu depan, menurut
media domestik
yang dikutip oleh The Guardian.
https://amp.theguardian.com/world/2020/apr/28/china-starts-major-trial-of-state-run-digital-currency
Dalam
beberapa bulan terakhir, Bank Sentral China telah meningkatkan pengembangan e-RMB, yang ditetapkan
sebagai mata uang digital pertama yang di uji
coba di beberapa kota, termasuk Shenzhen, Suzhou, Chengdu, serta daerah baru di
selatan Beijing, Xiong'an, dan daerah yang akan menjadi tuan rumah beberapa
acara untuk Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022
Dalam
kaitannya dengan upaya pengendalian harga/inflasi di bulan Ramadhan yang penuh berkah
ini dan terkait upaya Bank Indonesia menyediakan uang tunai dalam jumlah besar, masyarakat musti tahu bahwa penyediaan uang tunai dalam rangka Ramadhan tidak menjadi penambahan pasokan uang yang diedarkan dalam perekonomian melainkan upaya penyediaan uang dalam arti medium of exchange.
Adakah
perbedaan pengaruh di pasar antara transaksi menggunakan uang tunai dengan
transaksi dengan alat pembayaran non tunai terhadap pergerakan harga di pasar?
Secara
teoritis dan bahkan telah diimplementasikan oleh seluruh bank sentral di dunia,
uang tunai, yang dikenal dalam istilah ilmu ekonomi sebagai uang khartal,
diasumsikan memiliki kesamaan dengan uang non tunai dalam sistem perbankan,
atau dalam istilah lmu ekonomi dinamakan uang giral.
Ekonom di seluruh dunia sepakat menggolongkan kedua jenis uang menjadi variable yang sama dalam menghitung uang beredar (M0). Mengapa demikian, karena sifat likuiditasnya dianggap sama atau dengan kata lain suatu transaksi dianggap final setelah ada perpindahan uang dimana pembeli menyerahkan uang tunainya atau melakukan transfer melalui rekening ke pedagang dan pedagang menyerahkan barangnya, selesai sudah satu transaksi.
Ekonom di seluruh dunia sepakat menggolongkan kedua jenis uang menjadi variable yang sama dalam menghitung uang beredar (M0). Mengapa demikian, karena sifat likuiditasnya dianggap sama atau dengan kata lain suatu transaksi dianggap final setelah ada perpindahan uang dimana pembeli menyerahkan uang tunainya atau melakukan transfer melalui rekening ke pedagang dan pedagang menyerahkan barangnya, selesai sudah satu transaksi.
Namun
secara kasat mata orang awam sering merasa beda karena jumlah transaksi yang
dapat ditimbulkan oleh uang tunai dan uang non tunai dalam jumlah yang sama bisa
memperoleh hasil berbeda di lingkungan pasar tradisional yang notabene tidak
dilengkapi dengan infrastruktur pendukung jasa pembayaran non tunai seperti
Electronic Data Capture (EDC) dan jaringan data serta tingkat pedagang retail
yang memilik rekening bank dan akses mobile banking.
Penggunaan uang non tunai
relatif akan menghasilkan jumlah transaksi yang lebih sedikit dibandingkan uang
tunai di lingkungan pasar tradisional karena hambatan infrastruktur bahkan
transaksi pembelian sayur mayur bisa batal karena pedagang retail tradisonal tidak
memiliki EDC untuk menggesek kartu ATM atau kartu kredit yang dibawa pembeli
karena pembeli kekurangan uang tunai untuk membayar. Otomatis dengan
berkurangnya pemasukan karena gagalnya transaksi penjualan akan berpengaruh
kepada transaksi selanjutnya yang harus dilakukan oleh pedagang, misalnya untuk
membeli stok ke pedagang besar.
Secara
teori, perbedaan ini diakibatkan oleh berbedanya sifat percepatan penggunaan
uang (velocity of money/VcM) antara uang tunai dan uang non tunai sehingga
dapat menghasilkan jumlah transaksi ekonomi yang pada ujungnya akan dicatat sebagai
pertumbuhan ekonomi.
Menurut John Stuart Mill yang melanjukan pemikiran David
Hume yang kemudian disebut The Quantity of Money Theorem.
https://www.biography.com/scholar/john-stuart-mill
https://www.biography.com/scholar/john-stuart-mill
VcM merupakan hasil
perkalian antara harga rata-rata barang dengan indeks pengeluaran dibagi dengan
suplai uang dimana indeks pengeluaran merupakan proxy dari jumlah transaksi
dalam perekonomian. Semakin tinggi VcM maka akan semakin tinggi jumlah
transaksi dalam perekonomian yang berujung peningkatan nilai tambah yang
mendukung pertumbuhan ekonomi. Dengan penjelasan ini pula dapat diketahui bahwa
VcM transaksi menggunakan uang tunai relatif lebih kecil daripada VcM
menggunakan alat pembayaran non tunai.
Jadi
sebenarnya tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan uang tunai dengan alat
pembayaran non tunai terhadap pergerakan harga, bahkan yang terlihat adalah
penggunaan alat pembayaran non tunai akan meningkatkan VcM. Transaksi retail
dapat dilakukan dengan lebih nyaman dilakukan dengan alat pembayaran non tunai karena
pembeli dapat memperoleh barang atau komoditas yang dibutuhkan dengan harga
yang pas alias tidak perlu dibulatkan untuk menambah keuntungan atau menaikkan
harga.
Oleh
karenanya penggunaan alat pembayaran non tunai menjadi suatu keharusan bagi
perekonomian Indonesia bila ingin
bertumbuh cepat. Adalah
suatu impian dimana seluruh pasar retail tradisional dapat dilengkapi dengan infrastruktur
yang menunjang penggunaan alat pembayaran non tunai. Inisiatif terbaru Bank Indonesia sesuai dengan Blue Print Sistem Pembayaran Indonesia 2025, adalah penggunaan QRIS atau Quick Response Code Indonesian Standard. QRIS
ini adalah standarisasi pembayaran menggunakan metode QR Code dari Bank
Indonesia agar proses transaksi dengan QR Code yang kalian lakukan lebih mudah,
cepat, dan terjaga keamanannya.
Dengan adanya fasilitas QRIS maka dimungkinkan ter-capturenya data transaksi yang berisi kuantitas, waktu pembelian dan
harga di pasar tradisional yang dapat menjadi pelengkap sumber data survey harga BPS secara
realtime. Bank Indonesia bersama TPI dan TPID serta pihak-pihak berwenang dapat dengan cepat melakukan
tindakan yang antisipatif dan terencana dalam mengatasi kemungkinan gejolak
harga komoditas strategis.
Akhir kata, saya ingin menyampaikan 2 hal
Pertama, transaksi menggunakan uang tunai dan transaksi menggunakan non tunai atau uang digital atau electronic money merupakan hal yang sama atau tidak memiliki perbedaan. Penggunaan non-tunai memiliki pengaruh percepatan perputaran uang atau velocity of money yang akan mempercepat peningkatan pertumbuhan perekonomian.
Kedua, upaya pengembangan infrastruktur dan penggunaan alat pembayaran non tunai baik dengan QRIS, kartu debit, uang digital, cek/bilyet giro maupun kartu kredit untuk menggantikan uang tunai akan menunjang pertumbuhan ekonomi dan upaya pengendalian inflasi sehingga kesejahteraan rakyat dapat meningkat dan hidup dalam kemakmuran.
Pertama, transaksi menggunakan uang tunai dan transaksi menggunakan non tunai atau uang digital atau electronic money merupakan hal yang sama atau tidak memiliki perbedaan. Penggunaan non-tunai memiliki pengaruh percepatan perputaran uang atau velocity of money yang akan mempercepat peningkatan pertumbuhan perekonomian.
Kedua, upaya pengembangan infrastruktur dan penggunaan alat pembayaran non tunai baik dengan QRIS, kartu debit, uang digital, cek/bilyet giro maupun kartu kredit untuk menggantikan uang tunai akan menunjang pertumbuhan ekonomi dan upaya pengendalian inflasi sehingga kesejahteraan rakyat dapat meningkat dan hidup dalam kemakmuran.
Salam Nyata Berkarya bagi Negeri
Komentar
Posting Komentar