Perencanaan Uang Rutin Bagian Pertama : Pengaruh Transaksi non Tunai


Bagi generasi millennial dan generasi baby boomers alias kolonial yang sudah mengenal bank dengan baik (bankable society), keberadaan uang elektronik atau uang digital sebagai bentuk alat pembayaran non tunai sudah tidak asing lagi. 


Bahkan telah bermunculan berbagai bentuk uang digital/elektronik yang bukan berasal dari Bank Sentral, semacam BitCoin, yang mengandalkan inovasi digital dan algoritma canggih terkini yang dinamakan BlockChain.


Kabar terbaru terkait dengan  penggunaan alat pembayaran non tunai atau penggunaan transaksi non tunai justru disampaikan Bank Sentral China. China akan mulai menguji coba transasksi pembayaran dalam mata uang digital baru di empat kota besar mulai minggu depan, menurut media domestik yang dikutip oleh The Guardian.

Dalam beberapa bulan terakhir, Bank Sentral China telah meningkatkan pengembangan e-RMB, yang ditetapkan sebagai mata uang digital pertama yang di uji coba di beberapa kota, termasuk Shenzhen, Suzhou, Chengdu, serta daerah baru di selatan Beijing, Xiong'an, dan daerah yang akan menjadi tuan rumah beberapa acara untuk Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022


Dalam kaitannya dengan upaya pengendalian harga/inflasi di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini dan terkait upaya Bank Indonesia menyediakan uang tunai dalam jumlah besar,  masyarakat musti tahu bahwa penyediaan uang tunai dalam rangka Ramadhan tidak menjadi penambahan pasokan uang yang diedarkan dalam perekonomian melainkan upaya penyediaan uang dalam arti medium of exchange. 


Adakah perbedaan pengaruh di pasar antara transaksi menggunakan uang tunai dengan transaksi dengan alat pembayaran non tunai terhadap pergerakan harga di pasar?

Secara teoritis dan bahkan telah diimplementasikan oleh seluruh bank sentral di dunia, uang tunai, yang dikenal dalam istilah ilmu ekonomi sebagai uang khartal, diasumsikan memiliki kesamaan dengan uang non tunai dalam sistem perbankan, atau dalam istilah lmu ekonomi dinamakan uang giral. 

Ekonom di seluruh dunia sepakat menggolongkan kedua jenis uang menjadi variable yang sama dalam menghitung uang beredar (M0). Mengapa demikian, karena sifat likuiditasnya dianggap sama atau dengan kata lain suatu transaksi dianggap final setelah ada perpindahan uang dimana pembeli menyerahkan uang tunainya atau melakukan transfer melalui rekening ke pedagang dan pedagang menyerahkan barangnya, selesai sudah satu transaksi.


Namun secara kasat mata orang awam sering merasa beda karena jumlah transaksi yang dapat ditimbulkan oleh uang tunai dan uang non tunai dalam jumlah yang sama bisa memperoleh hasil berbeda di lingkungan pasar tradisional yang notabene tidak dilengkapi dengan infrastruktur pendukung jasa pembayaran non tunai seperti Electronic Data Capture (EDC) dan jaringan data serta tingkat pedagang retail yang memilik rekening bank dan akses mobile banking. 

Penggunaan uang non tunai relatif akan menghasilkan jumlah transaksi yang lebih sedikit dibandingkan uang tunai di lingkungan pasar tradisional karena hambatan infrastruktur bahkan transaksi pembelian sayur mayur bisa batal karena pedagang retail tradisonal tidak memiliki EDC untuk menggesek kartu ATM atau kartu kredit yang dibawa pembeli karena pembeli kekurangan uang tunai untuk membayar. Otomatis dengan berkurangnya pemasukan karena gagalnya transaksi penjualan akan berpengaruh kepada transaksi selanjutnya yang harus dilakukan oleh pedagang, misalnya untuk membeli stok ke pedagang besar.


Secara teori, perbedaan ini diakibatkan oleh berbedanya sifat percepatan penggunaan uang (velocity of money/VcM) antara uang tunai dan uang non tunai sehingga dapat menghasilkan jumlah transaksi ekonomi yang pada ujungnya akan dicatat sebagai pertumbuhan ekonomi. 

Menurut John Stuart Mill yang melanjukan pemikiran David Hume yang kemudian disebut The Quantity of Money Theorem.
https://www.biography.com/scholar/john-stuart-mill

VcM merupakan hasil perkalian antara harga rata-rata barang dengan indeks pengeluaran dibagi dengan suplai uang dimana indeks pengeluaran merupakan proxy dari jumlah transaksi dalam perekonomian. Semakin tinggi VcM maka akan semakin tinggi jumlah transaksi dalam perekonomian yang berujung peningkatan nilai tambah yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Dengan penjelasan ini pula dapat diketahui bahwa VcM transaksi menggunakan uang tunai relatif lebih kecil daripada VcM menggunakan alat pembayaran non tunai.

Jadi sebenarnya tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan uang tunai dengan alat pembayaran non tunai terhadap pergerakan harga, bahkan yang terlihat adalah penggunaan alat pembayaran non tunai akan meningkatkan VcM. Transaksi retail dapat dilakukan dengan lebih nyaman dilakukan dengan alat pembayaran non tunai karena pembeli dapat memperoleh barang atau komoditas yang dibutuhkan dengan harga yang pas alias tidak perlu dibulatkan untuk menambah keuntungan atau menaikkan harga.


Oleh karenanya penggunaan alat pembayaran non tunai menjadi suatu keharusan bagi perekonomian Indonesia bila ingin bertumbuh cepat. Adalah suatu impian dimana seluruh pasar retail tradisional  dapat dilengkapi dengan infrastruktur yang menunjang penggunaan alat pembayaran non tunai. Inisiatif terbaru Bank Indonesia sesuai dengan Blue Print Sistem Pembayaran Indonesia 2025, adalah penggunaan QRIS atau Quick Response Code Indonesian Standard. QRIS ini adalah standarisasi pembayaran menggunakan metode QR Code dari Bank Indonesia agar proses transaksi dengan QR Code yang kalian lakukan lebih mudah, cepat, dan terjaga keamanannya.


Dengan adanya fasilitas QRIS maka dimungkinkan ter-capturenya data transaksi yang berisi kuantitas, waktu pembelian dan harga di pasar tradisional yang dapat menjadi pelengkap sumber data survey harga BPS secara realtime. Bank Indonesia bersama TPI dan TPID serta pihak-pihak berwenang dapat dengan cepat melakukan tindakan yang antisipatif dan terencana dalam mengatasi kemungkinan gejolak harga komoditas strategis.

Akhir kata, saya ingin menyampaikan 2 hal 
Pertama, transaksi menggunakan uang tunai dan transaksi menggunakan non tunai atau uang digital atau electronic money merupakan hal yang sama atau tidak memiliki perbedaan. Penggunaan non-tunai memiliki pengaruh percepatan perputaran uang atau velocity of money yang akan mempercepat peningkatan pertumbuhan perekonomian.

Kedua, upaya pengembangan infrastruktur dan penggunaan alat pembayaran non tunai baik dengan QRIS, kartu debit, uang digital, cek/bilyet giro maupun kartu kredit untuk menggantikan uang tunai akan menunjang pertumbuhan ekonomi dan upaya pengendalian inflasi sehingga kesejahteraan rakyat  dapat meningkat dan hidup dalam kemakmuran.

Salam Nyata Berkarya bagi Negeri

Komentar