Lomba Blog WBCD2020_Pahami makna Work From Home dan Tetap Produktif dan Inovatif selama WFH_BBS_UKPS

Tak terasa sudah hampir 2 minggu, saya berada di Lokasi Kerja Alternatif (LKA) untuk bekerja mendukung pencapaian visi dan misi Bank Indonesia karena Lokasi Kerja Utama (LKU) sementara dibatasi penggunaannya sesuai himbauan Pemerintah melalui PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Kebetulan LKA saya itu di rumah .. hehehe ..



Generasi millennial, kata orang, merupakan generasi yang erat dengan teknologi, generasi yang fleksibel dan tidak mau dikekang oleh peraturan yang kaku. Bahkan saat para generasi millennial memilih tempat kerja atau melamar kerja, salah satu fasilitas prioritas yang diinginkan adalah kerja dari rumah atau work from home (WFH). Sampe-sampe pakar SDM, mbak Lydia Abbot mengelompokkan keinginan WFH itu dalam kebutuhan terkait Work-Life balance and Flexibility (1).



Mengapa para millennial suka akan WFH atau fleksibilitas pengaturan waktu kerja? Katanya lagi, WFH itu akan lebih produktif (baca: inovatif dan kreatif), memberikan waktu luang yang cukup untuk relaksasi (baca: main game online), lebih mendapatkan kepuasan kerja (baca: lebih fokus dan tidak terganggu), lebih bisa berhemat (baca: mager – malas gerak), dan mengurangi konflik dengan rekan kerja (2).


Kalau keuntungannya begitu banyak mengapa jarang lembaga negara atau perusahaan khususnya perusahaan yang non digital memiliki aturan WFH? Wah yang ini rada tricky, musti dijelaskan dulu soal tempat kerja dan waktu kerja.


Setelah bolak-balik buka informasi (browsing sih ..), ternyata pengertian tempat kerja atau tempat pekerjaan diatur juga dalam Undang-Undang (UU) No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Menurut UU ini, tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan baik terbuka atau tertutup, bergerak maupun menetap dimana terdapat tenaga kerja yang bekerja atau sering dimasuki orang bekerja untuk keperluan suatu usaha dan seterusnya. Walaupun UU ini merupakan pengaturan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), ternyata menurut para ahli hukum, UU ini merupakan pedoman mengenai tempat kerja. Nah, sekarang paham kan apa itu tempat kerja .. cakep …


Selanjutnya, soal waktu kerja, kalau ini rada mudah soalnya jelas definisi dan pengaturannya dalam UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya pasal 77. Pasal 77 ayat 2 gamblang sekali menyebutkan bahwa waktu kerja itu 7 jam sehari kalau 6 hari kerja atau 8 jam sehari kalau 5 hari kerja. Tapi waktu kerja ini ga berlaku di sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Yang ga diatur tuh waktu mulainya kerja, suka-suka pemberi kerja dong yang atur … paham?


Nah kedua definisi itu, tempat kerja dan waktu kerja, menentukan imbalan kerja atau pengupahan alias remunerasi. Biasanya kalau di negara maju, perhitungan upah didasarkan pada upah per jam. Jadi mudah kan menghitung hak pegawai/pekerja, tinggal kalikan upah per jam dengan lamanya pegawai/pekerja (waktu kerja) ada di tempat kerja.


Juga dua hal tadi menjadi patokan apakah seseorang memiliki disiplin atau kepatuhan terhadap peraturan kerja yang pada akhirnya menentukan insentif atau reward serta sanksi. Pencatatan waktu kerja juga jadi mudah karena yang dimonitor adalah kehadiran di tempat kerja. Sanksi diberikan kalau ada pelanggaran kalau pegawai/pekerja berada di tempat kerja kurang dari batas waktu kerja sesuai UU No 13/2003.


Jelas kan sekarang mengapa banyak lembaga atau perusahaan non digital cenderung tidak WFH .. ya supaya govern dan pertanggung jawaban jelas karena kita menerima gaji yang dari sono nya berasal dari uang negara yang merupakan kumpulan pajak rakyat.


Oleh karenanya para rekan-rekan pegawai semua musti paham bahwa WFH yang diberikan lembaga kita merupakan fasilitas yang kudu dibales dengan produktivitas yang setara saat kita ga WFH alias Work from Office (WFO).


Ngomong-ngomong soal produktivitas nih, menurut Prof. Dr. H. Matthias Aroef MSIE IPM (alm) – yang dikenal sebagai pemikir paling representatif pada Gerakan Membangun Produktivitas alias mbah nya ilmu Produktivitas, disebutkan bahwa produktivitas pada skala mikro atau ditingkat perusahaan bisa dibaca sebagai perbandingan antara keluaran dengan masukan perusahaan tersebut (3). Produktivitas dapat dipandang sebagai suatu ukuran atas penggunaan sumber daya dalam suatu organisasi yang biasanya dinyatakan sebagai rasio dari keluaran yang dicapai dengan sumber daya yang digunakan.

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pengertian produktivitas memiliki dua dimensi, yakni efektivitas dan efisiensi. Dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian hasil yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana produk tersebut dilaksanakan.


Sekarang, gimana tuh caranya kita mencapai hasil yang maksimal sesuai kualitas, kuantitas dan waktu kerja?


Saran saya, rekan-rekan pegawai membaca lagi UTPPJ (singkatan dari Uraian Tugas dan Profil Persyaratan Jabatan) sesuai PADG Organisasi Satker masing-masing. Pasti tahu kan UTPPJ mu masing-masing. Kalau ada yang belum tau, ini contohnya.

Pada bagian pertama, berisi informasi jabatan dan hubungannya dengan organisasi secara keseluruhan. Pada bagian kedua, berisi informasi atasan langsung dan bawahan langsung. Pada bagian ketiga, berisi uraian tujuan jabatan dibentuk.
Pada bagian keempat, berisi tugas pokok dan produk pokok minimal yang harus dihasilkan dan menjadi tanggung jawab jabatan ini, inilah yang paling penting diperhatikan dan menjadi target penyelesaian pekerjaan saat WFH.
Selanjutnya adalah kewenangan dan persyaratan jabatan.

Rekan-rekan pegawai yang saya cintai (lho kok kayak pidato ...), semua tugas pokok dan produk pokok yang tertulis di UTPPJ harus kita kerjakan selama masa WFH. Banyak kan? Makanya kita musti pandai-pandai memanfaatkan waktu dengan baik. Ada banyak cara yang bisa kita lakukan, salah satunya kita dapat membuat checklist pekerjaan yang harus dilakukan sesuai UTPPJ untuk harian dan mingguan serta secara disiplin kita mengisinya sesuai dengan pekerjaan yang kita selesaikan selama masa WFH. Ini contohnya ...

Kolom 1 dan 2 dari checklist ini diambil dari bagian keempat (kalimat yang saya bold) tentunya tidak terbatas dengan itu dan kalau perlu dapat didetilkan. Kolom 3 adalah kolom target penyelesaian masing-masing tugas dan produk pokok. Target ini seharusnya ditentukan oleh Atasan atau Pimpinan Satker.
Kolom 4 sampai 7 adalah informasi pelaksanaan tugas dan produk pokok sampai produk pokok itu selesai.


Panduan secara lengkap cara menterjemahkan UTPPJ ke dalam Checklist WFH dapat dilihat di tulisan saya selanjutnya yang saya upload tgl 18 April 2020 .. https://buwono069.blogspot.com/2020/04/cara-menterjemahkan-utppjjob-desc-ke.html


Nah bagaimana supaya apa yang kita lakukan selama WFH itu diakui sebagai hasil produktif kita? ya berarti harus ada yang melakukan penilaian alias produk pokok kita musti di approve oleh atasan  atau line manager kita.


Banyak cara supaya hasil kerja kita dapat direview oleh atasan atau line manager kita secara online. Misal kirim pakai email atau posting di TEAMS ... Buat yang belum tahu soal TEAMS, silahkan buka dan simak salah satu tayangan di Youtube ini .. https://www.youtube.com/watch?v=CH2seLS5Wb0 ..


Ada satu cara lain yang juga efektif yaitu menggunakan Google Drive sebagai media menyimpan file yang kita kerjakan dan Google Sheets sebagai tempat checklist kerja kita. Kalau belum tahu soal Google Drive dan Google Sheets, rekan-rekan bisa browsing dan buka
https://support.google.com/drive/answer/2424384?co=GENIE.Platform%3DDesktop&hl=en ...

Kita dapat memberi akses dan meminta Atasan atau Line Manager kita untuk melakukan review dan memberikan approval terhadap hasil kerja kita sekaligus sebagai alat/tools untuk memonitor WFH kita.


Wow, semua musti dilakukan dengan teknologi digital ya ... saya yakin semua rekan-rekan pegawai termasuk generasi millennial walaupun umur kolonial mampu melakukan ini semua ... ya haruslah kan sekarang jaman teknologi digital.


Kreatif pun harus paham digital world. Kalau kita tekuni dan coba-coba terus, saya yakin kita semua bisa inovatif memanfaatkan teknologi digital untuk peningkatan produktivitas kita.



Kita gak perlu harus inventing something, tapi cukup browsing dan pelajari bagaimana orang lain melakukan sesuatu yang tampaknya impossible di awalnya .. kata iklan Impossible is Nothing ...
Termasuk juga cara mengatur tempat kerja kita ... Tapi yang ini adanya di Blog lanjutannya (saya akan upload di blog tanggal 20 April 2020).
https://buwono069.blogspot.com/2020/04/4-tips-mengatur-tempat-kerja-saat-wfh.html.


Ok .. semoga tulisan ini bermanfaat bagi rekan-rekan pembaca semua .. stay at home, be productive and innovative ...

Salam Nyata Berkarya bagi Negeri ...


(1) Lydia Abbot, 11 Millennials' Traits You Should Know About Before You Hire Them, 8 Mei 2019 https://business.linkedin.com/talent-solutions/blog/2013/12/8-millennials-traits-you-should-know-about-before-you-hire-them
(2) Popbela, Inilah Alasan Kenapa Millennial Lebih Suka Kerja dari Rumah, kenapa ya?, 16 Januari 2020 https://www.popbela.com/career/working-life/titaflorita/millennial-ingin-kerja-dari-rumah-apa-alasannya/full
(3) Matthias Aroef dan Jusman Syafii Jamal, Grand Techno-EconomicSstrategy: Siasat Memicu Produktivitas untuk Memenangkan Persaingan Global, Mizan, 2009

#perpustakaanbankindonesia #worldbookday #shareamillionstories #digitallearning


Komentar

Posting Komentar